Pernah memperhatikan seseorang tersenyum dengan gigi bagian atas tampak lebih maju atau tidak sejajar dengan rahang bawah? Kondisi itu disebut maloklusi—sebuah istilah medis untuk ketidaksesuaian antara posisi gigi atas dan bawah ketika mulut tertutup.
Menurut Cleveland Clinic, maloklusi berarti “ketika gigi atas dan bawah tidak bertemu dengan tepat saat mulut tertutup.” Dalam dunia kedokteran gigi, kondisi ini bukan sekadar soal estetika, melainkan juga tentang fungsi: kemampuan mengunyah, berbicara, bahkan menjaga kebersihan mulut.
Mengapa Maloklusi Terjadi?
Maloklusi bukan muncul begitu saja. Sebagian besar kasus bersumber dari genetika—bentuk rahang dan ukuran gigi yang diturunkan orang tua dapat menciptakan ruang terlalu sempit atau terlalu lebar bagi gigi. Namun, faktor lingkungan juga punya peran penting.
Kebiasaan seperti mengisap jari, menggunakan dot terlalu lama, atau bernapas lewat mulut dapat mengubah tekanan pada rahang dan memengaruhi pertumbuhan gigi anak. Hilangnya gigi susu terlalu cepat juga bisa menyebabkan gigi tetap tumbuh miring karena kehilangan “penunjuk jalan”-nya.
Tanda dan Dampak
Maloklusi tidak selalu menimbulkan rasa sakit, tapi efeknya bisa terasa dalam banyak hal:
Sebuah studi di Taiwan Journal of Orthodontics menyoroti bahwa maloklusi pada remaja berhubungan langsung dengan penurunan kepercayaan diri dan kualitas hidup. Dalam konteks anak-anak Indonesia, ini bukan sekadar masalah medis, tapi juga sosial dan psikologis.
Jenis-Jenis Maloklusi
Ahli ortodonti Edward H. Angle mengklasifikasikan maloklusi menjadi tiga kelas utama:
Selain itu, ada variasi seperti crossbite (gigi tidak sejajar sisi kiri-kanan), open bite (gigi depan tidak menyentuh saat mulut tertutup), dan deep bite (gigi atas menutupi hampir seluruh gigi bawah).
Cara Mengatasinya
Tidak semua maloklusi butuh perawatan agresif. Kasus ringan cukup dipantau secara rutin. Tapi untuk yang lebih parah, ada beberapa pendekatan medis yang disarankan:
Kunci utamanya adalah deteksi dini. Pemeriksaan gigi sejak usia 6–7 tahun—saat gigi permanen mulai tumbuh—membantu mencegah maloklusi berkembang lebih parah.
Pencegahan Sejak Dini
Anak-anak bisa dicegah dari maloklusi dengan hal sederhana: menjaga kebersihan mulut, menghindari kebiasaan jari-isap, memastikan gigi susu tidak lepas terlalu cepat, dan rutin memeriksakan diri ke dokter gigi.
Untuk orang tua dan guru, penting memahami bahwa maloklusi bukan sekadar “gigi jelek”, melainkan bisa memengaruhi rasa percaya diri, kemampuan makan, dan bahkan prestasi belajar anak.